Minggu, 06 Maret 2011

Sadar Diri = Memposisikan Diri

بِسْــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِالرَّحِيْـــــم


Sebuah catatan sbgai bahan belajar introspeksi


Seperti yang sudah-sudah, tak bisa terdeskripsikan dengan tepat. Apakah ini suatu kebetulan atau memang benar sudah terencana dari-Nya? (versi seorang sahabat, tidak ada yang kebetulan memang ada benarnya, semua sudah diatur dlm skenario-Nya). Akan tetapi, dari setiap peristiwa yang ada, jika menoleh alur regresifnya memang selalu koheren (read: bertalian)dengan fakta yang sebelumnya.

Sebuah pertemuan yang ntah disengaja atau tidak, toh akal manusia yang mampu menggerakkan atas izin Illahi Robbi. Jika pada akhirnya yg terjadi adalah sesuatu di luar harapan, biarlah menjadi sebuah catatan & pembelajaran lagi. Sekilas, setelah membaca catatan dari seorang sahabat, telah cukup sebagai bukti pembelajaran hidup. Catatan seorang sahabat yang sekilas juga telah mengingatkan tentang peristiwa yang serupa. Kira-kira lima tahun yang lalu, saya pun pernah mendapatkan lontaran kata kotor & hina dari seseorang yang tdk pernah saya kenal. Tak tahu maksud yang mengirimkan kata2 itu seperti apa? Seperti disambar petir di saat hati sedang kalut “ ibarat sudah jatuh tertimpa tangga juga”. Dari semua wacana itu, saya hanya bisa menyimpulkan, ohhhh saya tahu kausalitasnya sekarang, risiko yang harus saya hadapi, tetap hanya Dia (ALLAH SWT.) yang lebih tau kebenarannya. Hanya itu yang terpikir saat itu. Sempat terbawa emosi, bagaimana mungkin orang yang tidak saya kenal sama sekali bisa mengirimkan kalimat kotor via pesan singkat yang seperti itu? Ya, hanya bisa meneteskan air mata seketika. Hanya bisa mendoakan semoga tetap dalam lindungan-Nya. Toh, pada akhirnya juga sama, meminta maaf dengan sendirinya tanpa harus saya minta krn saya pun sdh belajar ikhlas utk memberikan maaf wlpun awalnya terasa sulit. Mereka yang menghampiri & mencari krn dari awal memang bukan saya yang memulai. Sampai sekarang pun, saya tidak berharap keusilan tingkah mereka menghampiri lagi. Cukup sekian dengan ucapan terima kasih.

----------------------------------------------------------------------------------


Mengolaborasikan antara perasaan dan logika agar seimbang (selaras) memang sulit, tapi harus dipelajari agar kelak memang benar-benar dimengerti makna tersiratnya. Tidak semua orang bisa paham tentang apa yang kita inginkan. Semua pada akhirnya tertuju pada sebuah pilihan. “Anda yang menentukan sebuah pilihan atau pilihan yang nantinya akan menentukan hidup Anda.” Deretan kata motivasi itu selalu saya amati dalam2, disela saya memberikan materi untuk adik2 yang mengikuti bimbingan di sebuah lembaga Bimbel. Ya, hanya mampu menafsirkan makna tersiratnya menurut kadar kemampuan saya. Bahwa dalam hidup memang ada prosedur “memilih dan dipilih”. Bahkan, jika dalam ujian pun (read: belajar, ulangan, tes kemampuan akademik, dll) ada soal yang mengharuskan kita untuk memilih. Akan tetapi, bukan berarti kita tidak berpikir dulu dalam menentukan sebuah pilihan. Kalau boleh saya katakan (read: tanpa ada maksud menyinggung siapa pun), jika memilih sebuah jawaban tanpa berpikir sebelumnya “hanya asal-asalan yang penting selesai” (jika diterapkan dalam ujian), ya... bersiaplah untuk menerima kekecewaan di kemudian. Karena hasil akhir yang menentukan adalah dari usaha yang kita lakukan. Nilai jelek atau baik, Anda-lah yang sudah memutuskan memilih jawaban itu dengan cara Anda sendiri.



Sama halnya jika kita kaitkan dengan kehidupan ini. Manusiawi, jika memilih memang suatu proses yang sulit. Namun, bukan berarti kita tidak ada keberanian mengambil keputusan/ menentukan pilihan, bukan! Karena pada dasarnya, jika ada sekelumit orang yang tidak berani memutuskan sesuatu, sama halnya mereka tidak bisa dikatakan sebagai orang yang berkarakter. Tegas & tanggap terhadap wacana serta kejadian, itu yang seharusnya jadi pembelajaran dalam kehidupan. Nah, semua itu tetap dikembalikan lagi kepada yang menjalani hidup. Jika sudah mengambil sebuah keputusan,/ pilihan seharusnya bisa menerima segala konsekuensi, bukan hanya mau menikmati rasa enaknya saja. Itu jika kita tidak mau dikatakan sebagai orang egois & tidak realistis. Semua yang diambil, semua yang dipilih, sudah melalui prosedur kita sendiri, harus sudah terpikirkan pula kausalitasnya kemudian. Rasa marah, jengkel, benci, atau yang selebihnya terbungkus rapi oleh kata “penyesalan”, tidak ada artinya lagi. Semua hal berisiko, tidak ada akibat tanpa adanya sebab. Begitu pula sebaliknya. Apa yang kita putuskan, apa yang kita lakukan, semua ada konsekuensinya, ada kausalitasnya. Benar atau tidaknya, hanya Dia (Allah SWT.) serta hati kita yang bisa menjawabnya.



Ya, secara sederhana & mudah, yang kerap terabaikan oleh hati dan pikiran yakni penempatan posisi diri. Saya siapa? saya ada di mana? Atau mungkin jika ingin dikonsepkan lagi dalam rumus 5 W + 1 H, agar lebih kompleks juga tidak masalah. Sekarang yang jadi tanda tanya, kenapa point “H”(bagaimana), harus berdiri sendiri? Hanya satu? Hasil perenungan yang masih terbatas, saya sedikit bisa menafsirkan makna itu. Kata tanya “How”(bagaimana) mengarah pada suatu proses, baik proses awal atau di akhirnya. Jika yang didapat adalah kebahagiaan, tentunya harus tahu bagaimana proses awal mendapatkan kebahagiaan itu dan harus peka terhadap proses2 selanjutnya agar tetap bahagia adanya. Sama halnya jika kesedihan yang didapat, pada akhirnya juga mencari solusi untuk mengatasi kesedihan biar tidak berlarut-larut. Tidak mudah memang, untuk menginterpretasikan makna posisi (sadar diri), tp harus selalu diingat baik2 biar tetap bisa sadar dan bercermin diri. Sebaiknya, logika pun jg harus dilatih pelan2 (diminimalisasikan) untuk tidak memvonis seseorang tanpa kita pernah berposisi seperti layaknya dia.



(Hasil perenungan bulan lalu & sekelumit cerita aneh trjadi dalam diri ini serasa tak biasa dari tadi malam, unlimited. Namun, sebuah kritik yang kurasa cukup pedas, yang faktanya telah mampu meneteskan air mata karena memang tidak pernah kudapat sebelumnya tetap bisa membuatku lbh belajar utk berjiwa besar, menempatkan posisi "saya siapa", apa yang harus sy prbuat? dll. Hanya sebatas saran yang “sunnah” untuk semua sahabat, alangkah baiknya jika kita terus belajar berpikir lebih dewasa. Belajar memposisikan diri dan sadar diri, bukan menghindari konsekuensi yang akan terjadi ataupun sudah terjadi!! Jika kita sudah kesulitan untuk menempatkan diri, cobalah tengok regresif (alur mundur) kita masing2. Memang cukup sulit untuk dinalar memakai logika, tapi inilah adanya. Terima kasih).

Semoga bermanfaat untuk bisa belajar menjadi lebih baik. Amiiin.



“Tidak ada manusia yang sempurna, namun alangkah indahnya jika kita mampu & mau belajar mencintai ketidaksempunaan itu agar kelak bisa menjadi lebih sempurna di hadapan Allah SWT.”




Balen, 26 Oktober (11.47 pm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar